Ika Vantiani | Vantiani@yahoo.com
Zine adalah non-komersial, non-profesional, majalah bersikulasi kecil yang oleh pembuatnya dibuat, dicetak dan didistribusikan sendiri. Dibentuk oleh sejarah panjang media alternatif di Amerika, zine sebagai sebuah bentuk media lahir di tahun 1930-an. Pada waktu itu para penggemar fiksi-fiksi ilmiah, melalui perkumpulan-perkumpulan yang mereka buat mulai membuat media yang mereka sebut fanzine sebagai cara untuk berbagi cerita-cerita fiksi ilmiah, opini serta berkomunikasi diantara mereka. Empat puluh tahun kemudian di pertengahan tahun 1970-an, pengaruh yang besar pada zine terjadi saat para fans musik punk rock, dimana mereka jelas-jelas tidak menghiraukan media-media musik mainstream dengan mulai membuat zine tentang musik dan kultur mereka tersebut.- Stephen Duncombe,Notes From The Underground
Saya ingat sekali zine pertama yang saya lihat. Waktu itu saya sedang berada di dalam mobil bersama teman-teman saya yang sejak di sekolah menengah saya rajin mengikuti kemanapun band mereka manggung. Salah seorang dari mereka menyodorkan sebuah majalah yang dibuat oleh salah seorang teman mereka di Bandung. Ukurannya A5 dan berwarna hitam putih. Saya buka-buka sekilas dan saat saya sadar kalau semua isinya adalah tulisan satu orang saja dan dibuat dalam perspektif yang sangat subyektif, saya semakin penasaran dan saya tahu kalau saya ingin membuat media yang sama. Yeah, that was my light bulb moment! Haha!
Tipikal isi zine diawali dengan personal editorial, kemudian artikel-artikel curhatan, kritik, opini, serta ulasan-ulasan mulai dari zine, buku, musik dan lain sebagainya. Diantara halaman-halamannya terdapat puisi, cerpen, potongan-potongan berita dari media massa plus komentar tentang berita tersebut, juga ilustrasi dan komik. Editor merupakan kontributor terbesar dari zinenya, namun dia biasanya juga akan mendapatkan dari teman atau sesama pembuat zine lainnya. Cara yang lebih umum membuka penawaran untuk berkontribusi di dalam zinenya tadi. Isi juga bisa merupakan bajakan atau ‘pinjaman’ dari zine lainnya atau media mainstream sekalipun, bahkan terkadang diambil begitu saja tanpa ijin penulisny. Dicetak diatas mesin fotokopi standar, direkatkan di tengah-tengah atau dipinggirnya, jumlah halamannya berkisar antara 10 hingga 40 halaman. Zine memang terlihat jadi seperti berada diantara surat personal dan majalah. Ada zine yang dicetak dalam jumlah besar seperti Slug & Lettuce, ada juga yang memiliki begitu banyak kontributor dan halaman seperti Maximum Rock’n Roll, namun zine memang kebanyakan memang dibuat dengan semangat Do It Yourself apapun bentuk dan isinya.-Stephen Duncombe, Notes From The Underground
Hal-hal yang saya tulis di zine pertama saya waktu itu (tahun 2000) mulai dari sebuah label bernama Ekopunk, sekolah, cowok, cewek underground, puisi serta entah apalagi. Pokoknya semuanya perspektif saya sendiri tentang banyak hal di dalam hidup saya yang saya tahu tidak mungkin saya kirimkan ke majalah Hai dan Gadis misalnya. Karena ya memang kalaupun mereka bicara tentang cowok dan cewek,sekolah serta orangtua pasti bukan dengan perspektif yang saya punya. Dan waktu itu pernah saya buktikan dengan mengirimkan salah satu tulisan saya di dalam zine saya ke majalah Hai, oh betapa banyaknya yang mereka edit sehingga rasanya tulisan saya jadi aneh dan datar sekali! Haha!
Dari situ saya tahu betapa empowering-nya untuk bisa membuat majalah atau media kita sendiri. Betapa menyenangkannya untuk bisa bercerita tentang ibu, pacar, teman-teman serta musik dan hal-hal di dalam hidup kita tanpa harus menunggu orang lain menuliskannya di majalah atau koran, membahasnya di radio atau di televisi karena memang tidak mungkin ada media yang bisa mewakili setiap orang.Karenanya saya ambil sendiri ruangnya, saya buat sendiri medianya, saya distribusikan sendiri juga ke teman-teman ataupun orang lain di luar sana dengan menitipkannya ke distro ataupun mengirimkannya ke teman-teman di luar Jakarta. Namanya anak muda, masak iya mau disuruh menunggu dan menurut saja? Tidak kan, sayang?
Orang-orang aneh, kutu buku, kuper serta mereka yang dikucilkan oleh lingkungannya adalah karakter orang-orang yang biasanya membuat zine di Amerika. Mereka merayakan kehidupa mereka yang menyedihkan serta membuat segala hal tentang diri mereka yang tak tampak tadi menjadi sebuah wujud yang begitu jelas di depan orang lewat zine-zine mereka. Karenanya zine pertama kali ada diantara para penggemar fiksi-fiksi ilmiah, dimana mereka memiliki kepandaian diatas rata-rata namun kemampuan untuk bersosialisasinya dibawah rata-rata.Seperti halnya juga zine Punk yang pertama kali diterbitkan oleh Legs McNeill, yang di dalam zinenya menjelaskan punk sebagai ‘apa yang sering dikatakan oleh guru-guru kita dari dulu…kalau kita tidak pernah cukup berharga untuk apapun di hidup ini’.-Stephen Duncombe, Notes From The Underground
Saya bukan orang yang pendiam ataupun tidak punya banyak teman, tapi saya tetap beberapa kali merasa sendirian dalam beropini atau merasa tentang banyak hal dalam hidup saya. Ini membuat zine makin berarti untuk saya dalam upaya untuk mencari teman di luar sana yang memiliki pendapat atau setidaknya bisa mengerti perasaan saya tentang hal-hal tersebut. Karenanya waktu kemudian ada beberapa orang yang membaca zine saya lalu mereka mengirim email dan bilang kalau mereka setuju dengan pendapat saya tentang orangtua dan sekolah misalnya.Atau cewek-cewek underground yang merasa senang ada cewek lain di luar sana yang membuat zine karena selama ini hanya zine-zine yang dibuat oleh cowok-cowok saja yang mereka lihat dan baca dengan isi yang itu-itu saja. Saya merasa senang sekaligus takjub dengan kemampuan media fotokopian ini! Dia bisa mengirimkan begitu banyak pesan dan rasa serta mungkin bahkan mampu melukiskan sebuah sosok di kepala para pembacanya. Keren!
Saya pun lalu tiba-tiba punya teman baru dimana-mana, mereka-mereka yang sudah membaca zine saya tadi. Sehingga kalau saya berjalan-jalan dan berada di kota mereka, kami selalu berusaha untuk bertemu dan bicara banyak hal. Ada yang masih berteman baik hingga hari ini dan ada juga yang kemudian bahkan bersama-sama membuat berbagai macam kegiatan bersama. Semuanya dari sebuah zine tipis berukuran A5 dengan tehnik kolase manual yang saya fotokopi dan distribusikan langsung ataupun titip di distro teman-teman lainnya di Indonesia. Oh ya namanya zinenya Puncak Muak. Edisi pertama dan terakhir, namun pengaruhnya dalam hidup saya belum berakhir sampai sekarang.
She looks like her zine, only not square-Charisma on Brainscan zine